Etika Bisnis

Etika Bisnis

Etika Bisnis
Etika Bisnis (business ethics) merupakan penerapan etika secara umum terhadap perilaku bisnis. Secara lebih khusus lagi makna etika bisnis menunjukkan perilaku etis maupun tidak etis yang dilakukan manajer dan karyawan dari suatu organisasi perusahaan. (Griffin and Ebert, 1999: 82). Sedangkan Epstein (1989:584-585) menyatakan etika bisnis menunjukkan refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara perorangan maupun secara kelembagaan (organisasi) untuk menilai suatu isu, di mana penilaian ini merupakan pilihan terhadap nilai yang berkembang dalam suatu masyarakat. Melalui pilihan nilai tersebut, individu atau organisasi akan memberikan penilaian apakah sesuatu yang dilakukan itu benar atau salah, adil atau tidak serta memiliki kegunaan (utilitas) atau tidak.

Etika bisnis bukan merupakan suatu etika yang berbeda dari etika pada umumnya (Post, et.el., 2002:103) dan etika bisnis bukan merupakan suatu etika yang hanya berlaku di dunia bisnis. Sebagai contoh apabila ketidakjujuran dipandang sebagai perilaku yang tidak etis dan tidak bermoral, maka siapa pun dalam kegiatan usaha (manajer atau karyawan) yang tidak jujur terhadap para pekerja, para pemegang saham, para pelanggan maupun para pesaing, maka mereka dipandang melakukan tindakan yang tidak etis dan tidak bermoral.

Selanjutnya apabila perilaku mencegah pihak lain menderita kerugian dipandang sebagai perilaku yang etis, maka perusahaan yang menarik kembali produknya yang memiliki cacat produksi dan dapat membahayakan keselamatan konsumen, dapat dipandang sebagai perusahaan yang melakukan perilaku etis dan bermoral.
Mengapa bisnis memerlukan etika bisnis ? Bukankah kegiatan bisnis hanya bertujuan memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara apa pun? Tidaklah perilaku etis yang diterapkan oleh perusahaan malah menghambat perusahaan untuk dapat berkompetisi dengan para pesaingnya?
Menurut Post et.al., (2002; 104) setidaknya terdapat tujuh alasan yang mendorong perusahaan untuk menjalankan bisnisnya secara etis.

1. Meningkatnya harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnisnya secara etis. Perusahaan yang tidak berhasil dalam menjalankan bisnisnya secara etis akan mengalami sorotan, kritik, bahkan hukuman. Sebagai contoh, Kongres Amerika Serikat memberlakukan Public Company Accounting Reform and Investor Protection Act, atau yang dikenal dengan Sarbane-Oxley (Baron, 2006: 678-679), setelah Kongres menemukan berbagai kelemahan tata kelola perusahaan yang terjadi di Enron dan Worldcom. Manipulasi keuangan yang dilakukan oleh Enron, tidak terlepas dari peran oknum-oknum Arthur Andersen yang bersama-sama dengan CEO Perusahaan Enron secara sengaja menyembunyikan fakta-fakta keuangan.

Belajar dari kasus ini, kongres menerapkan Sarbanes Oxley Act di mana undang-undang baru ini menutupi berbagai celah hukum, misalnya dengan melarang akuntan publik yang sedang mengaudit perusahaan melaksanakan kegiatan konsultasi bagi perusahaan yang sama. Undang-undang juga menetapkan berdirinya sebuah lembaga independen yang diberi nama Public Company Accounting Oversight Board yang mengawasi kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan akuntan.

2. Agar perusahaan tidak melakukan berbagai tindakan yang membahayakan stakeholders lainnya. Sebagai contoh, Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah secara tidak profesional yang dilakukan oleh PD Kebersihan Kota Bandung di wilayah Leuwi Gajah Kabupaten Bandung telah mengakibatkan bencana longsornya sampah dengan volume sekitar 20juta meter kubik yang menimpa perumahan penduduk di sekitarnya sehingga 112 orang meninggal dunia dan kerugian material masyarakat sekitar tempat pembuangan sampah diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.

3. Penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sebagai contoh, sebuah studi yang dilakukan DePaul University (Post et.al., 2002: 105) menunjukkan bahwa “terdapat hubungan statistik yang signifikan antara pengendalian perusahaan yang menekankan pada penerapan etika dan perilaku bertanggung jawab di satu sisi dengan kinerja keuangan yang baik di sisi lain”. Dalam kasus lain, penerapan etika bisnis di perusahaan terhadap para manajer dan karyawan perusahaan berupa larangan minum alkohol bagi para pegawai, telah menurunkan biaya kesehatan dan meningkatkan produktivitas kerja.

4. Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap dapat meningkatkan kualitas hubungan bisnis di antara dua pihak yang melakukan hubungan bisnis. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan di antara pihak-pihak yang terlibat hubungan bisnis terhadap pihak lainnya. Sebaliknya apabila salah satu pihak tidak dapat dipercaya, maka pihak yang tidak dapat dipercaya ini akan diabaikan oleh mitra bisnisnya bahkan oleh komunitas bisnis secara umum.

5. Agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan karyawan maupun kompetitor yang bertindak tidak etis. Sebagai contoh, kejahatan pencurian uang perusahaan yang dilakukan pemilik dan pimpinan perusahaan merupakan faktor penyebab utama kebangkrutan perusahaan dibanding faktor-faktor lainnya. Demikian pula kegiatan damping yang dilakukan pesaing luar negeri merupakan perilaku tidak etis yang dapat merugikan perusahaan domestik.

6. Penerapan etika bisnis perusahaan secara baik di dalam suatu perusahaan dapat menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi kerja. Contohnya, perusahaan dianggap bertindak tidak etis apabila di dalam perusahaan terjadi diskriminasi besaran gaji yang diakibatkan oleh diskriminasi rasial. Perusahaan juga dianggap berlaku tidak etis apabila perusahaan tidak memberikan kesempatan kemajuan karier yang sama kepada tenaga kerja yang ada di perusahaan hanya karena terdapat perbedaan ras antara pekerja yang satu dengan pekerja lainnya.

7. Perusahaan perlu menerapkan etika bisnis dalam menjalankan usahanya, untuk mencegah agar perusahaan (yang diwakili para pimpinannya) tidak memperoleh sanksi hukum karena telah menjalankan bisnis secara tidak etis.

Faktor-faktor yang Mendorong Timbulnya Masalah Etika Bisnis
Berbagai permasalahan etika di perusahaan dapat muncul dalam berbagai bentuk sebagaimana telah dijelaskan di atas. Identifikasi terhadap berbagai faktor yang umum ditemui sebagai penyebab munculnya permasalahan etika di perusahaan, merupakan suatu langkah penting untuk meminimalkan pengaruh masalah etika bisnis terhadap kinerja perusahaan.

Post et.al., (2002: 112-113) menguraikan empat faktor yang pada umumnya menjadi penyebab timbulnya masalah etika bisnis di perusahaan, yaitu Mengejar Keuntungan dan Kepentingan Pribadi (Personal Gain and Selfish Interest); Tekanan Persaingan Terhadap Laba Perusahaan (Competitive Pressure on Profits); Pertentangan antara Tujuan Perusahaan dengan Perorangan (Business Goals versus Personal Values); Pertentangan Etika Lintas Budaya (Cross-Cultural Contradiction)

Mengejar Keuntungan dan Kepentingan Pribadi (Personal Gain and Selfish Interest). Sikap serakah dapat mengakibatkan masalah etika. Perusahaan kadang-kadang mempekerjakan karyawan yang memiliki nilai-nilai pribadi tidak layak. Para pekerja ini akan menempatkan kepentingannya untuk memperoleh kekayaan melebihi kepentingan lainnya meski pun dalam melakukan akumulasi kekayaan tersebut dia merugikan pekerja lainnya, perusahaan, dan masyarakat.

Tekanan Persaingan terhadap Laba Perusahaan (Competitive Pressure on profits). Ketika perusahaan berada dalam situasi persaingan yang sangat keras, perusahaan sering kali terlibat dalam berbagai aktivitas bisnis yang tidak etis untuk melindungi tingkat proftabilitas mereka. Berbagai perusahaan makanan dan minuman di Indonesia di tengarai menggunakan bahan pewarna makanan dan minuman yang tidak aman untuk di konsumsi manusia tetapi harganya murah, agar mereka dapat menekan biaya produksi dan mendapatkan harga jual produk yang rendah. Bahkan industri makanan berani menggunakan formalin yang merupakan bahan pengawet mayat sebagai pengawet makanan.

Pertentangan antara Nilai-Nilai Perusahaan dengan Perorangan (Business Goals versus Personal Values). Masalah etika dapat pula muncul pada saat perusahaan hendak mencapai tujuan-tujuan tertentu atau menggunakan metode-metode baru yang tidak dapat diterima oleh para pekerjanya.

Etika Bisnis pada Berbagai Fungsi Perusahaan
Permasalahan etika yang terjadi di perusahaan bervariasi antara fungsi perusahaan yang satu dan fungsi perusahaan lainnya. Hal ini terjadi karena operasi perusahaan sangat terspesialisasi dalam berbagai bidang profesi, sehingga setiap fungsi perusahaan cenderung memiliki masalah etika tersendiri.
Berikut ini akan dibahas berbagai permasalahan etika bisnis yang terjadi di beberapa bidang fungsi perusahaan, yaitu: etika bisnis di bidang akuntansi (accounting ethics), keuangan (finance ethics), produksi dan pemasaran (production and marketing ethics), sumber daya manusia (human resources ethics), dan teknologi informasi (information technology ethics).

Etika di Bidang Akuntansi dan Keuangan (Accounting and Financial Ethics). Fungsi akuntansi merupakan komponen yang sangat penting bagi perusahaan. Dengan demikian kejujuran, integritas, dan akurasi dalam melakukan kegiatan akuntansi merupakan syarat mutlak yang harus diterapkan oleh fungsi akuntansi. Salah satu praktik akuntansi yang dianggap tidak etis misalnya penyusunan laporan keuangan yang berbeda untuk berbagai pihak yang berbeda dengan tujuan memperoleh keuntungan dari penyusunan laporan keuangan seperti itu. Dalam realita kegiatan bisnis sering kali ditemukan perusahaan yang menyusun laporan keuangan yang berbeda untuk pihak-pihak yang berbeda. Ada laporan keuangan internal perusahaan, laporan keuangan untuk bank, dan laporan keuangan untuk kantor pajak. Dengan melakukan praktik ini, bagian akuntansi perusahaan secara sengaja memanipulasi data dengan tujuan memperoleh keuntungan dari penyusunan laporan palsu tersebut.

Etika di Bidang Keuangan (Financial Ethics). Skandal keuangan yang berasal dari pelaksanaan fungsi keuangan yang dijalankan secara tidak etis telah menimbulkan berbagai kerugian bagi para investor. Pelanggaran etika dalam bidang keuangan dapat terjadi misalnya melalui praktik window dressing terhadap laporan keuangan perusahaan yang akan mengajukan pinjaman ke bank. Melalui praktik ini seolah-olah perusahaan memiliki rasio-rasio keuangan yang sehat sehingga layak untuk mendapatkan kredit. Padahal sebenarnya kondisi keuangan keuangan perusahaan tidak sesehat seperti yang dilaporkan dalam laporan keuangan yang telah dipercantik. Contoh lain pelanggaran etika keuangan misalnya melalui penggelembungan nilai agunan perusahaan, sehingga perusahaan dapat memperoleh kredit melebihi nilai agunan kredit yang sesungguhnya.

Etika di Bidang Produksi dan Pemasaran (Production and Marketing Ethics). Hubungan yang dilakukan perusahaan dengan para pelanggannya dapat menimbulkan berbagai permasalahan etika di bidang produksi dan pemasaran. Untuk melindungi konsumen dari perlakuan yang tidak etis yang mungkin dilakukan oleh perusahaan, pemerintah Indonesia telah memberlakukan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini dijelaskan berbagai perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha. Antara lain, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyarakatkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
c. tidak sesuai dengn ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut

Etika di Bidang Teknologi Informasi (Information Technology Ethics) Salah satu area yang memiliki pertumbuhan masalah etika paling besar di era 1990-an sampai awal tahun 2000 adalah bidang teknologi informasi. Hal-hal yang dapat memunculkan permasalahan etika dalam bidang ini meliputi: serangan terhadap wilayah privasi seseorang, pengumpulan, penyimpanan, dan akses terhadap informasi usaha terutama melalui transaksi e-commerce, perlindungan hak cipta yang menyangkut pembuatan software, music, dan hak kekayaan intelektual (Spinello, 1997).

Sumber: Pengantar Manajemen, Ismail Solihin, Penerbit Erlangga, 2011
gambar: belmont.edu

Leave a Reply

Your email address will not be published.